Diberdayakan oleh Blogger.

PENGEMBANGAN AGENS HAYATI DI PUSAT PELAYANAN AGENS HAYATI PROPINSI JAWA TIMUR

Jawa Timur merupakan salah satu propinsi strategis di Indonesia yang memiliki kontribusi cukup besar dalam memenuhi stok pangan nasional. Sejalan dengan tuntutan pasar yang menuntut produk berkualitas, kontinyu dan memenuhi standar yang diinginkan pasar. Banyak kendala yang harus dihadapi dalam pemenuhan tuntutan yang ada, antara lain adanya gangguan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang dapat berpengaruh terhadap kualitas produk bahkan mempengaruhi kehilangan hasil akibat gagal panen.
Semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan produk yang aman dikonsumsi, pengelolaan lahan pertanian dan agroekosistemnya yang ramah lingkungan, terlebih lagi sejak terjadinya krisis moneter di Indonesia tahun 1997 menyebabkan harga pestisida menjadi meningkat berlipat-lipat dan tidak terjangkau oleh petani. Namun ada hikmah positif di balik semua ini, karena akhirnya mereka mulai melirik teknologi alternatif lain yang lebih murah, dan tersedia di sekitar mereka.
Beberapa teknologi alternatif pengendalian OPT yang diperkenalkan kepada petani pada intinya merupakan implementasi dari penerapan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yaitu suatu konsep pengendalian OPT yang memadukan semua teknik kompatibel yang bertujuan menurunkan populasi OPT ke aras yang tidak merugikan secara ekonomi. Beberapa komponen pengendalian yang diterapkan antara lain : a) Pengendalian secara fisik/mekanis; b) Pengendalian secara kultur teknis; c) Pengendalian secara biologis (Pemanfaatan musuh alami seperti predator dan agens hayati) serta d) Pengendalian secara kimiawi.
Pengendalian secara biologis merupakan pengendalian yang cukup menarik minat Jawa Timur untuk terus menerus dikembangkan dan disosialisasikan. Pusat Pelayanan Agens Hayati (PPAH) di Jawa Timur yang dirintis sejak tahun 1999 hingga saat ini sudah mencapai 152 PPAH terbentuk dengan dukungan APBD I, bahkan secara keseluruhan mencapai hampir 200 PPAH bila ditambah dengan PPAH dukungan APBD II dan PPAH Swadaya. Keberadaan PPAH ini antara lain diharapkan dapat berperan sebagai "Base Camp Perlindungan Tanaman yang tersebar di tingkat kecamatan se Jawa timur".
Beberapa jenis agens hayati yang telah disosialisasikan dan dikembangkan oleh petani. Mereka mengembangkan agens hayati dengan media perbanyakan yang cukup murah dan mudah, dengan sumber biakan / inokulum induk berasal dari Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit yang tersebar di 7 karesidenan di Jawa Timur serta dari Laboratorium Agens Hayati di UPT. Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura di Surabaya. Beberapa jenis agens hayati yang dikembangkan oleh petani antara lain 1)Golongan parasitoid, 2) Golongan Patogen serangga (Cendawan dan NPV) serta 3) Golongan Agens Antagonis (Cendawan maupun Bakteri).
Sejalan dengan berjalannya waktu, ternyata berdasarkan hasil evaluasi dari 152 PPAH APBD I yang ada, hanya kira-kira 30 % atau PPAH saja yang masih aktif berproduksi, selebihnya tidak terlihat lagi aktivitasnya. Terlebih bila dikaji lebih lagi, ternyata dari PPAH-PPAH yang masih aktif ini sebagian besar mereka memproduksi pupuk organik dan agens antagonis, dan tersebar di daerah sentra-sentra hortikultura yang cukup potensial.
Berdasarkan analisa penulis, Beberapa permasalahan yang berpotensi sebagai kendala dalam sosialisasi pemanfaatan agens hayati antara lain : 1) Banyak petani masih pestisida minded dan belum yakin akan efektivitas agens hayati, 2) Pengembangan Agens hayati golongan parasitoid atau patogen serangga relatif lebih rumit dibandingkan pengembangan agens antagonis, 3) Beberapa Lokasi di sekitar PPAH ternyata termasuk kategori 'aman' dari gangguan OPT.
Beberapa usaha yang dilakukan untuk memberdayakan kinerja PPAH antara lain Penguatan jaringan PPAH pola Sekolah Lapang di tingkat kecamatan, serta Pertemuan-pertemuan Penguatan Jaringan PPAH di tingakat karesidenan (tingkat Laboratorium PHPTPH).
Sosialisasi dan Pembinaan pengembangan Agens hayati tidak hanya difokuskan pada hal-hal teknis tentang bagaimana mempertahankan kualitas produk yang dihasilkan serta faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas kerja Agens hayati di lapang, namun juga kelembagaan PPAH yang notabene masih mencerminkan pelaku individu penanggung jawab / Pengurus PPAH dan belum mencerminkan kerja kelompoknya yang dapat mempengaruhi kelompok tani - kelompok tani lain di sekitar PPAH atau PPAH lain se kabupaten bahkan PPAH-PPAH lain se karesidenan.
Pada akhirnya masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk membenahi kinerja PPAH..... yang menurut hemat penulis, hal ini harus didukung juga oleh segenap insan yang berkecimpung di dunia pertanian......
Barangkali ada dari para "tamu" yang berkunjung ke blog saya dapat memberi masukan positif untuk kami.....? terima kasih atas semua perhatiannya... salam....
(Uliz Thea, 18 Maret 2010)